Skip to main content

Mitos-Mitos Tentang Pribumi


Mengapa ada klaim pribumi dan non-pribumi? Apa kriteria seseorang dikategorikan                                                                     sebagai pribumi atau bukan?


Jumat pagi (31/03/17) Gatot Saptono dicokok polisi di Hotel Kempinsky. Tudingannya: makar.  Gerakan yang dipimpin organisasi Gatot, Forum Umat Islam (FUI), dijadwalkan menggelar protes di depan Istana Negara. Aksi tersebut tidak dihadiri massa sebanyak yang diklaim Gatot, namun sepanjang hari itu linimasa media sosial penuh dengan foto mobil-mobil yang ditempeli stiker “pribumi.”

Aksi 313 mengusung embel-embel supremasi pribumi, sangat kontras dengan penampakannya di lapangan, juga dengan otak sekaligus juru bicara yang baru ditangkap itu. Entah sejak kapan Gatot Saptono membuat namanya jadi lebih sulit dieja: Al-khaththath. Jika kata pribumi bersinonim dengan budaya etnis setempat, entah Jawa, Sunda, atau Madura, nama “Al-khaththath” terdengar bukan pribumi, kendati tampang Al-khaththath tidak berbeda dari Jawa totok, Jawa Suriname, Jawa Gunung Kidul, atau Pujakesuma (Putra Jawa Kelahiran Sumatra).

Beberapa tahun silam, Gatot pernah aktif dalam Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), organisasi yang memperjuangkan berdirinya khilafah. Dalam imajinasi politik HTI, demokrasi adalah sistem kafir, pembawa bencana kemanusiaan, dan umat manusia hanya bisa hidup dengan tenteram di bawah Khilafah, sejenis imperium Islam yang dibayangkan menguasai seluruh dunia, melumat batas-batas negara, etnis, bahasa, dan lain sebagainya atas nama Islam. Ide kepribumian dengan khilafah yang global dan transnasional itu tentu saja menjadi hal yang terasa tidak nyambung. Tidak jelas apakah kontradiksi itu yang menyebabkan Gatot keluar dari HTI.

“Pribumi” pada dasarnya adalah klaim politik yang sulit dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Apa kriteria seseorang sehingga ia digolongkan pribumi? Bahasakah? Asal-usul leluhurkah? Atau kewarganegaraan?

Seandainya klaim ini berpijak pada kemurnian garis keturunan, maka ada baiknya menilik pemetaan genetik yang dilakukan oleh National Geographic melalui proyek Genographic. Menurut Genographic, komposisi genetik penduduk Indonesia adalah 6 persen Arab, 6 persen Afrika, 5 persen Asia Timur, 74 persen Asia Tenggara dan Oseania, dan 9 persen Asia Selatan. Komposisi ini merujuk pada penduduk di pulau-pulau Indonesia bagian Barat. Jelas, tidak ada bau pribumi di sini.

Yang jelas, kewarganegaraan Indonesia tidak menyebut pribumi dan non-pribumi. Yang membedakan pribumi dan non-pribumi adalah kewarganegaraan Hindia-Belanda, di mana warga kelas satu adalah orang Eropa dan Jepang; kelas dua orang-orang Asia Timur dan Arab; kelas tiga orang Betawi, Jawa, Sunda, Bugis, dst. Yang ambigu, orang Indo, orang Cina peranakan, orang Indo-Hadrami, niscara dianggap rendahan karena tidak masuk dalam tiga kategori saklek tersebut. Namun, ketiga kategori itu juga menandakan hirarki kelas dan profesi.

Di Hindia-Belanda, Jepang masuk ke dalam warga kelas satu setelah menang dalam perang melawan Rusia pada 1905 dan mulai menjadi kekuatan ekonomi dunia yang diperhitungkan, sementara orang-orang Tionghoa dan Arab masuk kelas dua karena mayoritas dari mereka berdagang. Ada banyak orang-orang yang lantas disebut “bumiputera” atau kemudian “pribumi” dipekerjakan di perkebunan sebagai kuli, tapi banyak pula dari golongan elit bangsawan mereka yang bekerja sebagai administratur kolonial hingga berakhirnya kekuasaan Belanda.

Comments

Popular posts from this blog

Benarkah dia keturunan Nabi Muhammad S.A.W yang masih hidup?

Ada kabar mengejutkan dari dunia maya. Wajah cicit Rasulullah tersebar dan menghebohkan para netizen. Muncul wajah putra ulama besar kota Madinah Sayyid Yusuf Halim anak Syeikh Jamil Halim Al-Husaini. Keturunan Rasulullah s.a.w melalui Sayyidina Husain, putra Fatimah dan Ali bin Abi Thalib Nasab yang bersambung kepada Nabi Muhammad shallallahualaihiwasallam memiliki sekitar 40 tingkat, dan semua keturunan Rasulullah pada umumnya hafal dengan silsilah mereka sampai kepada Fatimah putri Rasulullah yang bersuamikan Ali bin Abu Thalib, sepupu beliau.                Predikat Zuriat Rasul bukan hal sepele, misalnya Habib Ali Al Jifri, lihat nasab beliau di sini. Di Indonesia sendiri ada lembaga bernama Rabithah Alawiyah yang mengurusi kemurnian nasab seseorang yang benar masih merupakan keturunan Rasulullah. Dengan begitu sangat ketat mengenai hal ini, lagipula waktu 1400 tahun bukan waktu yang begitu panjang, se...

Seperti Ini Seharusnya Pemakaian Kata “Insya Allah” Diucapkan

Dalam proses kehidupan sehari-hari, tentunya banyak aktivitas dan rutinitas hidup yang mewarnai berjalannya suatu proses kehidupan. Terlebih, dalam hal membuat janji dan komitmen antar sesama manusia dalam kesehariannya. Lantas, sebelum membuat janji atau pun kesanggupan terhadap suatu komitmen dalam Islam kita dianjurkan untuk mengucapkan kata “Insya Allah” (jika Allah SWT menghendaki) sebagai suatu niat kesanggupan awal dalam mengawali sesuatu. Namun demikian, akhir-akhir ini penggunaan “Insya Allah” seringkali digunakan untuk mengelak atau belum pasti tanpa ada niat untuk menyanggupi. Lantas, seperti apa penerapan pengucapan  Insya Allah  yang tepat? Berikut ulasan dari  Aktual.com  dari Ustad Sujono, Lc. “Boleh menggunakan “Insya Allah” ketika berjanji, dengan catatan dia bertekad untuk menepatinya. Karena seseorang tidak tahu apa yang akan Allah SWT takdirkan untuk kita esok hari. Adapun jika tujuan mengucapkan  Insya Allah  adalah karena tida...

Belajar dari sebuah pensil

Sabahat dunia islam, dalam hidup setiap yang kita lihat ataupun yang kita lakukan ada sebuah hikmah yang dapat kita petik, sama hal nya pada cerita pendek penuh hikmah yang mungkin bisa menjadi inspirasi untuk kehidupan kita ke depan yaitu  belajar dari sebuah pensil . Seorang anak bertanya kepada neneknya yang sedang menulis sebuah surat. “Nenek lagi menulis tentang pengalaman kita ya? atau tentang aku?” Mendengar pertanyaan si cucu, sang nenek berhenti menulis dan berkata kepada cucunya, “Sebenarnya nenek sedang menulis tentang kamu, tapi ada yang lebih penting dari isi tulisan ini yaitu pensil yang nenek pakai. Nenek harap kamu bakal seperti pensil ini ketika kamu besar nanti”, ujar si nenek lagi.Mendengar jawaban ini, si cucu kemudian melihat pensilnya dan bertanya kembali kepada si nenek ketika dia melihat tidak ada yang istimewa dari pensil yang nenek pakai. “Tapi nek, sepertinya pensil itu sama saja dengan pensil yang lainnya”, Ujar si cucu. Si nenek kemudian menj...